Tampilkan postingan dengan label Bimbingan Al Quran dalam Berpikir. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Bimbingan Al Quran dalam Berpikir. Tampilkan semua postingan

Kamis, 25 Desember 2014

Bolehkah seorang Muslim mengucapkan "selamat natal" ???



Bolehkah Seorang Muslim Mengucapkan ‘Selamat Natal’?

Alhamdulillahi robbil ‘alamin, wa shalaatu wa salaamu ‘ala nabiyyina Muhammad wa ‘ala alihi wa shohbihi wa sallam.

Sudah sering kita mendengar ucapan semacam ini menjelang perayaan Natal yang dilaksanakan oleh orang Nashrani. Mengenai dibolehkannya mengucapkan selamat natal ataukah tidak kepada orang Nashrani, sebagian kaum muslimin masih kabur mengenai hal ini. Sebagian di antara mereka dikaburkan oleh pemikiran sebagian orang yang dikatakan pintar (baca : cendekiawan), sehingga mereka menganggap bahwa mengucapkan selamat natal kepada orang Nashrani tidaklah mengapa (alias ‘boleh-boleh saja’). Bahkan sebagian orang pintar tadi mengatakan bahwa hal ini diperintahkan atau dianjurkan.

Namun untuk mengetahui manakah yang benar, tentu saja kita harus merujuk pada Al Qur’an dan As Sunnah, juga pada ulama yang mumpuni, yang betul-betul memahami agama ini. Ajaran islam ini janganlah kita ambil dari sembarang orang, walaupun mungkin orang-orang yang diambil ilmunya tersebut dikatakan sebagai cendekiawan. Namun sayang seribu sayang, sumber orang-orang semacam ini kebanyakan merujuk pada perkataan orientalis barat yang ingin menghancurkan agama ini.

Mereka berusaha mengutak-atik dalil atau perkataan para ulama yang sesuai dengan hawa nafsunya. Mereka bukan karena ingin mencari kebenaran dari Allah dan Rasul-Nya, namun sekedar mengikuti hawa nafsu. Jika sesuai dengan pikiran mereka yang sudah terkotori dengan paham orientalis, barulah mereka ambil. Namun jika tidak bersesuaian dengan hawa nafsu mereka, mereka akan tolak mentah-mentah. Ya Allah, tunjukilah kami kepada kebenaran dari berbagai jalan yang diperselisihkan –dengan izin-Mu-
Semoga dengan berbagai fatwa dari ulama yang mumpuni ini, kita mendapat titik terang mengenai permasalahan ini.

Fatwa Pertama – Mengucapkan Selamat Natal dan Merayakan Natal Bersama

Berikut adalah fatwa ulama besar Saudi Arabia, Syaikh Muhammad bin Sholeh Al Utsaimin rahimahullah, dari kumpulan risalah (tulisan) dan fatwa beliau (Majmu’ Fatawa wa Rosail Ibnu ‘Utsaimin), 3/28-29, no. 404.

Beliau rahimahullah pernah ditanya,
“Apa hukum mengucapkan selamat natal (Merry Christmas) pada orang kafir (Nashrani) dan bagaimana membalas ucapan mereka? Bolehkah kami menghadiri acara perayaan mereka (perayaan Natal)? Apakah seseorang berdosa jika dia melakukan hal-hal yang dimaksudkan tadi, tanpa maksud apa-apa? Orang tersebut melakukannya karena ingin bersikap ramah, karena malu, karena kondisi tertekan, atau karena berbagai alasan lainnya. Bolehkah kita tasyabbuh (menyerupai) mereka dalam perayaan ini?”
Beliau rahimahullah menjawab :

Memberi ucapan Selamat Natal atau mengucapkan selamat dalam hari raya mereka (dalam agama) yang lainnya pada orang kafir adalah sesuatu yang diharamkan berdasarkan kesepakatan para ulama (baca : ijma’ kaum muslimin), sebagaimana hal ini dikemukakan oleh Ibnul Qoyyim rahimahullah dalam kitabnya ‘Ahkamu Ahlidz Dzimmah’. Beliau rahimahullah mengatakan,
“Adapun memberi ucapan selamat pada syi’ar-syi’ar kekufuran yang khusus bagi orang-orang kafir (seperti mengucapkan selamat natal, pen) adalah sesuatu yang diharamkan berdasarkan ijma’ (kesepakatan) kaum muslimin. Contohnya adalah memberi ucapan selamat pada hari raya dan puasa mereka seperti mengatakan, ‘Semoga hari ini adalah hari yang berkah bagimu’, atau dengan ucapan selamat pada hari besar mereka dan semacamnya.” Kalau memang orang yang mengucapkan hal ini bisa selamat dari kekafiran, namun dia tidak akan lolos dari perkara yang diharamkan.

Ucapan selamat hari raya seperti ini pada mereka sama saja dengan kita mengucapkan selamat atas sujud yang mereka lakukan pada salib, bahkan perbuatan seperti ini lebih besar dosanya di sisi Allah. Ucapan selamat semacam ini lebih dibenci oleh Allah dibanding seseorang memberi ucapan selamat pada orang yang minum minuman keras, membunuh jiwa, berzina, atau ucapan selamat pada maksiat lainnya.
Banyak orang yang kurang paham agama terjatuh dalam hal tersebut. Orang-orang semacam ini tidak mengetahui kejelekan dari amalan yang mereka perbuat.

Oleh karena itu, barangsiapa memberi ucapan selamat pada seseorang yang berbuat maksiat, bid’ah atau kekufuran, maka dia pantas mendapatkan kebencian dan murka Allah Ta’ala.” –Demikian perkataan Ibnul Qoyyim rahimahullah-

Dari penjelasan di atas, maka dapat kita tangkap bahwa mengucapkan selamat pada hari raya orang kafir adalah sesuatu yang diharamkan. Alasannya, ketika mengucapkan seperti ini berarti seseorang itu setuju dan ridho dengan syiar kekufuran yang mereka perbuat. Meskipun mungkin seseorang tidak ridho dengan kekufuran itu sendiri, namun tetap tidak diperbolehkan bagi seorang muslim untuk ridho terhadap syiar kekufuran atau memberi ucapan selamat pada syiar kekafiran lainnya karena Allah Ta’ala sendiri tidaklah meridhoi hal tersebut. Allah Ta’ala berfirman,
“Jika kamu kafir maka sesungguhnya Allah tidak memerlukan (iman)mu dan Dia tidak meridhai kekafiran bagi hamba-Nya; dan jika kamu bersyukur, niscaya Dia meridhai bagimu kesyukuranmu itu.” (QS. Az Zumar [39] : 7)

Allah Ta’ala juga berfirman,
“Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu ni'mat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu jadi agama bagimu.” (QS. Al Maidah [5] : 3)

Apakah Perlu Membalas Ucapan Selamat Natal?
Memberi ucapan selamat semacam ini pada mereka adalah sesuatu yang diharamkan, baik mereka adalah rekan bisnis ataukah tidak. Jika mereka mengucapkan selamat hari raya mereka pada kita, maka tidak perlu kita jawab karena itu bukanlah hari raya kita dan hari raya mereka sama sekali tidak diridhoi oleh Allah Ta’ala. Hari raya tersebut boleh jadi hari raya yang dibuat-buat oleh mereka (baca : bid’ah). Atau mungkin juga hari raya tersebut disyariatkan, namun setelah Islam datang, ajaran mereka dihapus dengan ajaran Islam yang dibawa oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan ajaran Islam ini adalah ajaran untuk seluruh makhluk.

Mengenai agama Islam yang mulia ini, Allah Ta’ala sendiri berfirman,
“Barangsiapa mencari agama selain agama Islam, maka sekali-kali tidaklah akan diterima (agama itu)daripadanya, dan dia di akhirat termasuk orang-orang yang rugi.” (QS. Ali Imron [3] : 85)

[Bagaimana Jika Menghadiri Perayaan Natal?]
Adapun seorang muslim memenuhi undangan perayaan hari raya mereka, maka ini diharamkan. Karena perbuatan semacam ini tentu saja lebih parah daripada cuma sekedar memberi ucapan selamat terhadap hari raya mereka. Menghadiri perayaan mereka juga bisa jadi menunjukkan bahwa kita ikut berserikat dalam mengadakan perayaan tersebut.

[Bagaimana Hukum Menyerupai Orang Nashrani dalam Merayakan Natal?]
Begitu pula diharamkan bagi kaum muslimin menyerupai orang kafir dengan mengadakan pesta natal, atau saling tukar kado (hadiah), atau membagi-bagikan permen atau makanan (yang disimbolkan dengan ‘santa clause’ yang berseragam merah-putih, lalu membagi-bagikan hadiah, pen) atau sengaja meliburkan kerja (karena bertepatan dengan hari natal). Alasannya, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
يَ تَشَبَّ بِقَىِوٍ فَهُىَ يِ هُُِىِ
”Barangsiapa yang menyerupai suatu kaum, maka dia termasuk bagian dari mereka” (HR. Ahmad dan Abu Dawud. Syaikhul Islam dalam Iqtidho’ mengatakan bahwa sanad hadits ini jayid/bagus)
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah dalam kitabnya Iqtidho’ Ash Shirothil Mustaqim mengatakan,

“Menyerupai orang kafir dalam sebagian hari raya mereka bisa menyebabkan hati mereka merasa senang atas kebatilan yang mereka lakukan. Bisa jadi hal itu akan mendatangkan keuntungan pada mereka karena ini berarti memberi kesempatan pada mereka untuk menghinakan kaum muslimin.” -Demikian perkataan Syaikhul Islam-

Barangsiapa yang melakukan sebagian dari hal ini maka dia berdosa, baik dia melakukannya karena alasan ingin ramah dengan mereka, atau supaya ingin mengikat persahabatan, atau karena malu atau sebab lainnya. Perbuatan seperti ini termasuk cari muka (menjilat), namun agama Allah yang jadi korban. Ini juga akan menyebabkan hati orang kafir semakin kuat dan mereka akan semakin bangga dengan agama mereka.
Allah-lah tempat kita meminta. Semoga Allah memuliakan kaum muslimin dengan agama mereka. Semoga Allah memberikan keistiqomahan pada kita dalam agama ini. Semoga Allah menolong kaum muslimin atas musuh-musuh mereka. Sesungguhnya Dia-lah Yang Maha Kuat lagi Maha Mulia.

Fatwa Kedua – Berkunjung Ke Tempat Orang Nashrani untuk Mengucapkan Selamat Natal pada Mereka
Masih dari fatwa Syaikh Muhammad bin Sholeh Al Utsaimin rahimahullah dari Majmu’ Fatawa wa Rosail Ibnu ‘Utsaimin, 3/29-30, no. 405.
Syaikh rahimahullah ditanya : Apakah diperbolehkan pergi ke tempat pastur (pendeta), lalu kita mengucapkan selamat hari raya dengan tujuan untuk menjaga hubungan atau melakukan kunjungan?
Beliau rahimahullah menjawab :
Tidak diperbolehkan seorang muslim pergi ke tempat seorang pun dari orang-orang kafir, lalu kedatangannya ke sana ingin mengucapkan selamat hari raya, walaupun itu dilakukan dengan tujuan agar terjalin hubungan atau sekedar memberi selamat (salam) padanya. Karena terdapat hadits dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,
لاَ تَبِذَءُوا انْيَهُىدَ وَلاَ ان صََُّارَي بِانسَّلاَوِ
“Janganlah kalian mendahului Yahudi dan Nashara dalam salam (ucapan selamat).” (HR. Muslim no. 2167)
Adapun dulu Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah berkunjung ke tempat orang Yahudi yang sedang sakit ketika itu, ini dilakukan karena dulu ketika kecil, Yahudi tersebut pernah menjadi pembantu Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Tatkala Yahudi tersebut sakit, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menjenguknya dengan maksud untuk menawarkannya masuk Islam. Akhirnya, Yahudi tersebut pun masuk Islam.
Bagaimana mungkin perbuatan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam yang mengunjungi seorang Yahudi untuk mengajaknya masuk Islam, kita samakan dengan orang yang bertandang ke non muslim untuk
menyampaikan selamat hari raya untuk menjaga hubungan?! Tidaklah mungkin kita kiaskan seperti ini kecuali hal ini dilakukan oleh orang yang jahil dan pengikut hawa nafsu.

Fatwa Ketiga - Merayakan Natal Bersama
Fatwa berikut adalah fatwa Al Lajnah Ad Daimah Lil Buhuts Al ‘Ilmiyyah wal Ifta’ (Komisi Tetap Urusan Riset dan Fatwa Kerajaan Arab Saudi) no. 8848.

Pertanyaan : Apakah seorang muslim diperbolehkan bekerjasama dengan orang-orang Nashrani dalam perayaan Natal yang biasa dilaksanakan pada akhir bulan Desember? Di sekitar kami ada sebagian orang yang menyandarkan pada orang-orang yang dianggap berilmu bahwa mereka duduk di majelis orang Nashrani dalam perayaan mereka. Mereka mengatakan bahwa hal ini boleh-boleh saja. Apakah perkataan mereka semacam ini benar? Apakah ada dalil syar’i yang membolehkan hal ini?
Jawab :
Tidak boleh bagi kita bekerjasama dengan orang-orang Nashrani dalam melaksanakan hari raya mereka, walaupun ada sebagian orang yang dikatakan berilmu melakukan semacam ini. Hal ini diharamkan karena dapat membuat mereka semakin bangga dengan jumlah mereka yang banyak. Di samping itu pula, hal ini termasuk bentuk tolong menolong dalam berbuat dosa.

Padahal Allah berfirman,
وَتَعَاوَ ىَُا عَهَ انْبِرِّ وَانتَّقْىَي وَنَا تَعَاوَ ىَُا عَهَ انْئِثْىِ وَانْعُذِوَاٌِ
“Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran.” (QS. Al Maidah [5] : 2)
Semoga Allah memberi taufik pada kita. Shalawat dan salam kepada Nabi kita Muhammad, pengikut dan sahabatnya.
Ketua Al Lajnah Ad Da’imah : Syaikh Abdul Aziz bin Abdillah bin Baz
Saatnya Menarik Kesimpulan
Dari penjelasan di atas, kita dapat menarik beberapa kesimpulan :

Pertama, Kita –kaum muslimin- diharamkan menghadiri perayaan orang kafir termasuk di dalamnya adalah perayaan Natal. Bahkan mengenai hal ini telah dinyatakan haram oleh Majelis Ulama Indonesia sebagaimana dapat dilihat dalam fatwa MUI yang dikeluarkan pada tanggal 7 Maret 1981.

Kedua, Kaum muslimin juga diharamkan mengucapkan ‘selamat natal’ kepada orang Nashrani dan ini berdasarkan ijma’ (kesepakatan) kaum muslimin sebagaimana yang dikatakan oleh Ibnul Qoyyim.

Jadi, cukup ijma’ kaum muslimin ini sebagai dalil terlarangnya hal ini. Yang menyelisihi ijma’ ini akan mendapat ancaman yang keras sebagaimana firman Allah Ta’ala,
وَيَ يُشَاقِقِ انرَّسُىلَ يِ بَعِذِ يَا تَبَيَّ نَ انْهُذَي وَيَتَّبِعِ غَيِرَ سَبِيمِ انْ ؤًُِيِ يُِنَ ىَُنِّ يَا تَىَنَّ وَ صَُِهِ جَهَ ىََُّ وَسَاءَتِ
يَصِيرّا
“Dan barangsiapa yang menentang Rasul sesudah jelas kebenaran baginya, dan mengikuti jalan yang bukan jalan orang-orang mu'min, Kami biarkan ia leluasa terhadap kesesatan yang telah dikuasainya itu dan Kami masukkan ia ke dalam Jahannam, dan Jahannam itu seburuk-buruk tempat kembali.”(QS. An Nisa’ [4] : 115). Jalan orang-orang mukmin inilah ijma’ (kesepakatan) mereka.

Oleh karena itu, yang mengatakan bahwa Al Qur’an dan Hadits tidak melarang mengucapkan selamat hari raya pada orang kafir, maka ini pendapat yang keliru. Karena ijma’ kaum muslimin menunjukkan terlarangnya hal ini. Dan ijma’ adalah sumber hukum Islam, sama dengan Al Qur’an dan Al Hadits. Ijma’ juga wajib diikuti sebagaimana disebutkan dalam surat An Nisa ayat 115 di atas karena adanya ancaman kesesatan jika menyelisihinya.

Ketiga, jika diberi ucapan selamat natal, tidak perlu kita jawab (balas) karena itu bukanlah hari raya kita dan hari raya mereka sama sekali tidak diridhoi oleh Allah Ta’ala.

Keempat, tidak diperbolehkan seorang muslim pergi ke tempat seorang pun dari orang-orang kafir untuk mengucapkan selamat hari raya.

Kelima, membantu orang Nashrani dalam merayakan Natal juga tidak diperbolehkan karena ini termasuk tolong menolong dalam berbuat dosa.

Keenam, diharamkan bagi kaum muslimin menyerupai orang kafir dengan mengadakan pesta natal, atau saling tukar kado (hadiah), atau membagi-bagikan permen atau makanan dalam rangka mengikuti orang kafir pada hari tersebut.

Demikianlah beberapa fatwa ulama mengenai hal ini. Semoga kaum muslimin diberi taufiko oleh Allah untuk menghindari hal-hal yang terlarang ini. Semoga Allah selalu menunjuki kita ke jalan yang lurus dan menghindarkan kita dari berbagai penyimpangan. Hanya Allah-lah yang dapat memberi taufik.
Alhamdulillahilladzi bi ni’matihi tatimmush sholihat. Wa shallallahu ‘ala nabiyyina Muhammad wa ‘alihi wa shohbihi wa sallam.

Sumber: (Rumaysho.com), Biografi (Syaikh Muhammad bin Sholeh Al Utsaimin rahimahullah)

Berita Terkait : 

Sabtu, 10 Desember 2011

Bimbingan Al Quran dalam Berpikir

 
 
Kemampuan berpikir adalah keistimewaan yang dimiliki manusia, yang menyebabkan posisi manusia lebih tinggi dibandingkan dengan makhluk-makhluk lainnya. Dengan kemampuannya berpikir, manusia memperoleh pengetahuan, mengenali dunia sekitarnya, memikirkan sejarah masa lampaunya, dan memikirkan masa depannya. Dengan kemampuan berpikir pula, manusia mampu mencapai kesempurnaan dan memiliki tujuan dalam hidupnya. Tetapi sayangnya, berbagai macam ide dan doktrin yang berkembang di dunia telah mengepung pemikiran mereka dan membuat mereka kesulitan dalam menentukan jalan hidup yang harus mereka ambil.

Menurut sebagian ahli, dewasa ini berbagai sarana propaganda dan media massa telah menjadikan pemikiran manusia sebagai sasarannya. Kini banyak sekali sarana yang bisa digunakan manusia mendapatkan informasi dan pengetahuan. Namun pada saat yang sama, kondisi ini membuka pula peluang bagi manusia untuk mengambil informasi yang salah sehingga pemikirannya menjadi tersesatkan. Sikap takabur dan tenggelam dalam kehidupan duniawiah merupakan penyebab dari kesalahan pemikiran ini. Manusa yang sombong menganggap dirinya besar akan mengira bahwa pemikirannya sendiri yang paling benar. Perasaan yang menipu ini akan menghalangi manusia untuk memandang fenomena sekitarnya secara jernih dan berpikir secara benar.

Al Quranul Karim yang merupakan kitab bimbingan dan petunjuk bagi manusia, memerintahkan manusia untuk selalu membuka mata dan telinga, serta memikirkan segala sesuatu dengan pikiran yang terbuka. Al Quran menyatakan bahwa takabur adalah sikap setan yang merupakan penyebab pertama terjadinya kesesatan. Karena sikap sombong dan takabur, setan telah membangkang perintah Allah sehingga dia keluar dari jalan yang benar. Kini pun kita melihat bahwa kekuatan-kekuatan adidaya dunia juga sedang mengikuti jalan yang diambil setan itu. Mereka menganggap diri mereka paling benar dan paling kuat di dunia, dan karena itu mereka melakukan berbagai kejahatan kemanusiaan di muka bumi.

Dalam rangka melindungi keselamatan manusia, Al Quran memerintahkan manusia untuk berjalan ke arah cahaya kebenaran. Al Quran juga menyatakan bahwa ayat-ayat wahyu Ilahi adalah sumber cahaya dan pengetahuan bagi manusia. Dalam Al Quran surah Az-Zukhruf ayat 43, Allah berfirman, yang artinya sbb. “Maka berpegang teguhlah kamu kepada agama yang telah diwahyukan kepadamu. Sesungguhnya kamu berada di jalan yang lurus.”

Al Quran adalah sebuah kitab yang tidak terdapat kesalahan di dalamnya, karena kitab ini merupakan kata-kata Tuhan Yang Maha Bijaksana. Al Quran diturunkan untuk memberikan petunjuk dan pencerahan kepada manusia, serta menjauhkan manusia dari penyimpangan. Di dalam Al Quran tidak terdapat sedikitpun pendistorsian, penipuan, kekurangan, atau penambahan. Oleh sebab itu, manusia yang mau mendalami makna Al Quran akan mendapatkan manfaat yang sangat banyak. Kandungan Al Quran bagaikan lautan yang tidak bertepi, sehingga maknanya tidak akan pernah habis digali dan dipelajari. Setiap kali manusia menggali makna Al Quran, dia akan menemukan makna-makna baru yang akan semakin memperkaya jiwa dan pemikirannya.

Ayat-ayat Al Quran akan menghiasi manusia dengan pemikiran bersih dan jernih, serta menjauhkan manusia dari penyimpangan. Sebagaimana yang difirmankan oleh Allah swt, Al Quran memberikan manusia kemampuan untuk memisahkan antara kebenaran dan kesesatan. Besarnya peran Al Quran dalam membimbing manusia, tampak dalam wasiat terakhir Rasulullah saaw kepada umatnya, yaitu, “Berpegang teguhlah kepada Al Quran dan Ahlil Baitku, dan kalian tidak akan tersesat untuk selamanya.”
 
Salah satu bimbingan Al Quran kepada manusia dalam berpikir adalah menjauhi persangkaan. Bersandar pada sesuatu yang meragukan hanya akan membawa manusia kepada kesesatan. Manusia harus mencari pengetahuan secara benar, dan setelah meyakini kebenarannya, barulah mengikuti pengetahuan itu. Mengikuti sesuatu yang tidak jelas dan tidak bisa diyakini kebenarannya hanya akan membawa manusia ke arah kesesatan. Dalam surah Yunus ayat 36 disebutkan, “Dan kebanyakan dari mereka tidak mengikuti sesuatu, kecuali karena persangkaan saja. Sesungguhnya persangkaan itu tidak sedikitpun berguna untuk mencapai kebenaran.”

Kita mengetahui bahwa manusia pada umumnya hanya mengikuti perasaan dan pandangan lahiriah semata. Perilaku seperti ini akan menyeret manusia ke arah penyimpangan. Sebagai contoh, kaum jahiliah menyembah berhala karena dulu nenek moyang mereka mengajarkan demikian. Mereka merasa bersalah dan berdosa meninggalkan pekerjaan itu. Padahal, bila mereka menggunakan akal pikirannya, mereka akan memahami bahwa berhala adalah benda yang tidak mampu melakukan apapun dan tidak mampu memberikan perlindungan kepada mereka. Menanggapi perilaku mereka itu, Allah swt berfirman dalam surah Al Baqarah ayat 170, yang artinya sebagai berikut. “Apakah mereka akan mengikuti juga, walaupun nenek moyang mereka itu tidak mengetahui suatu apapun dan tidak mendapat petunjuk?”

Bimbingan Al Quran lainnya dalam masalah berpikir adalah bersikap takwa dan tawadu’ karena kedua sikap ini akan menyebabkan manusia berpikiran jernih dan benar. Takwa artinya memelihara diri dari hal-hal yang akan menyebabkan manusia terlibat dalam dosa. Ketakwaan harus dimiliki oleh setiap manusia yang ingin menjalani kehidupan yang benar dan mulia di hadapan Allah. Allah swt berfirman dalam surah Al Anfaal ayat 29 sebagai berikut, “Hai orang-orang yang beriman, jika kamu bertakwa kepada Allah, niscaya Dia akan memberikan kepadamu “furqan” dan menghapuskan segala kesalahan-kesalahan dan mengampuni dosa-dosamu. Dan Allah mempunyai karunia yang besar.” Arti “furqan” di sini adalah kemampuan untuk memisahkan antara jalan yang benar dan jalan yang salah.

Sementara itu, sikap tawadhu’ akan membuat manusia selalu siap mendengarkan nasehat dan petuah dari orang lain, agar hidupnya terjaga dari kesesatan. Sebagaimana telah kami sebutkan sebelumnya, sikap sombong akan membuat manusia merasa dirinya paling benar dan tidak mau menerima bimbingan dari orang lain. Dengan demikian, sikap takwa dan tawadhu’ adalah dua kunci utama yang akan membawa manusia untuk berpikir secara benar.

Selanjutnya, bimbingan yang diberikan Al Quran kepada manusia agar mampu berpikir secara benar adalah menjauhi tipu daya dunia. Daya tarik materi akan membuat manusia tertarik dan terikat kepada dunia. Akibatnya, manusia akan terjebak dalam pemikiran materialisme dan hedonisme, dan membuat manusia terus-menerus mengejar kenikmatan duniawiah. Manusia seperti ini akan merasa bahwa kehidupannya di dunia adalah abadi dan sedikit demi sedikit ia akan terjauhkan dari hakikat kehidupan. Dalam rangka menjauhkan manusia dari sisi lahiriyah kehidupan, Al Quran selalu mengajak manusia memikirkan hakikat di balik hal-hal lahiriah itu.

Misalnya, dalam surah Qaaf ayat 6 hingga 8, disebutkan, “Maka apakah mereka tidak melihat kepada langit yang ada di atas mereka, bagaimana Kami meninggikannya dan menghiasinya, dan langit itu tidak mempunyai retak-retak sedikitpun? Dan kami hamparkan bumi itu dan Kami letakkan padanya gunung-gunung yang kokoh dan Kami tumbuhkan padanya segala macam tanaman yang indah dipandang mata.” Di sini, Al Quran mengajak manusia untuk memikirkan kebesaran Tuhan dan bersujud kepada Tuhan yang Maha Kuasa atas segala sesuatu. Manusia yang selalu ingat akan kebesaran Tuhan akan terjaga dari kesesatan pemikiran.