Tampilkan postingan dengan label Mengembalikan Kemuliaan Umat Islam. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Mengembalikan Kemuliaan Umat Islam. Tampilkan semua postingan

Jumat, 05 Desember 2014

Gadis Muslim, Pahlawan Jerman ...... TUGCE ALBAYRAK

PELAJARAN DARI TUGCE ALBAYRAK

Bukan tanpa sebab jika kematian Tugce Albayrak, perempuan muda berusia 23 tahun, seorang calon guru Muslim, ditangisi ribuan masyarakat Jerman. Ia adalah teladan, pahlawan yang tak takut melawan ketidakadilan yang terjadi di depan matanya. 

Albayrak barangkali tidak terjun ke medan perang, saat sebuah organisasi yang mengatasnamakan Islam di belahan bumi yang lain menyerukan untuk 'berjihad' dengan senjata. Tetapi saya yakin Muslimah berhati mulia ini wafat sebagai seorang syahidah. Di zaman di mana ketidakadilan dibiarkan dan kebencian dipuja-puji, saat orang-orang baik lebih banyak diam dan bungkam, Albayrak barangkali adalah martir yang sesungguhnya.

Dini hari pada 15 November 2014, di sebuah restoran cepat saji di kota Offenbach, sebuah kota kecil dekat Franfkrut, dua orang remaja perempuan tengah mendapatkan perlakuan kasar dan dilecehkan sekelompok pemuda ketika Albayrak bangkit untuk melawan. Nuraninya berontak melihat kekejian manusia terjadi di depan matanya.. Dan dia tidak tinggal diam. Setelah kelompok pemuda itu terusir, Albayrak berbicara pada dua remaja yang menjadi korban, lalu meminta mereka segera pulang mencari tempat yang aman.

Sayangnya, takdir baik tak selamanya milik orang-orang baik dan Tuhan kadang-kadang memanggil jiwa-jiwa suci untuk pulang lebih cepat ke pangkuannya. Di luar restoran, kelompok pemuda berandalan tadi menunggu Albayrak keluar... Dan ketika Albayrak melangkahkan kakinya meninggalkan pintu, seorang pemuda melayangkan tinju ke wajahnya. Perempuan muda itu limbung dan tersungkur sebelum kepalanya membentur lantai dan merenggut kesadarannya untuk selama-lamanya.

Beberapa hari setelah kejadian itu, kisah keberanian Albayrak menghentikan pelecehan yang dilakukan kelompok gangster, juga kematiannya yang tragis, segera menjadi teladan yang menyentakkan masyarakat Jerman. Islam seringkali menjadi identitas yang dicurigai di negara Eropa ini dan komunitas Muslim kadang-kadang diperlakukan sebagai masyarakat kelas dua. Tetapi kali ini seorang Muslimah muda telah menyadarkan publik Jerman bahwa perbedaan identitas bukanlah alasan untuk tidak saling menjaga dan membela nilai-nilai kemanusiaan. Bahwa kebaikan tak mengenal sekat-sekat dan perbedaan harus dihargai selama keadilan dijunjung tinggi.

Pemakaman Albayrak di Bad Soden-Salmurnster, tempat di mana perempuan muda berhati mulia ini dilahirkan 23 tahun lalu, dihadiri ribuan pelayat. Dalam prosesi pemakaman yang digelar dengan cara Islam itu, masyarakat Jerman menangis pilu melepas kepergian seorang martir. Pada eulogi kematiannya, presiden Jerman, Joachim Gauck, menggambarkan sosok Albayrak sebagai 'teladan keberanian'. 

Hari ini, Albayrak telah menjadi teladan bagi kita semua. Masyarakat Jerman berkeinginan agar pemerintahnya memberikan penghargaan 'Federal Order of Merit' bagi perempuan pemberani itu, tetapi tentu saja Albayrak tak membutuhkannya. Ia telah dicukupkan Tuhan atas kebaikan hati dan kematiannya yang mulia. Tinggal kita... Menengok hati nurani kita masing-masing dan bicara, apakah yang bisa kita lakukan untuk menegakkan nilai-nilai kebaikan? Apa yang sudah kita lakukan untuk melawan ketidakadilan dan kebencian? Apa yang akan kita bela dan lindungi dari kemanusiaan yang diinjak-injak, kejujuran yang dihancurkan?

Barangkali ini saatnya berbuat, mengubah kebusukan dunia dengan tindakan nyata. Bukan hanya mengutuk atau mendoakan, semacam selemah-lemahnya iman!

Melbourne, 5 Desember 2014

FAHD PAHDEPIE

*Berita mengenai kematian Albayrak bisa dibaca di sini: http://www.bbc.com/news/world-europe-30308853

dan di sini: http://www.abc.net.au/news/2014-12-04/germans-mourn-young-heroine-tugce-albayrak/5939386
 
PELAJARAN DARI TUGCE ALBAYRAK

Bukan tanpa sebab jika kematian Tugce Albayrak, perempuan muda berusia 23 tahun, seorang calon guru Muslim, ditangisi ribuan masyarakat Jerman. Ia adalah teladan, pahlawan yang tak takut melawan ketidakadilan yang terjadi di depan matanya. 

Albayrak barangkali tidak terjun ke medan perang, saat sebuah organisasi yang mengatasnamakan Islam di belahan bumi yang lain menyerukan untuk 'berjihad' dengan senjata. Tetapi saya yakin Muslimah berhati mulia ini wafat sebagai seorang syahidah. Di zaman di mana ketidakadilan dibiarkan dan kebencian dipuja-puji, saat orang-orang baik lebih banyak diam dan bungkam, Albayrak barangkali adalah martir yang sesungguhnya.

Dini hari pada 15 November 2014, di sebuah restoran cepat saji di kota Offenbach, sebuah kota kecil dekat Franfkrut, dua orang remaja perempuan tengah mendapatkan perlakuan kasar dan dilecehkan sekelompok pemuda ketika Albayrak bangkit untuk melawan. Nuraninya berontak melihat kekejian manusia terjadi di depan matanya.. Dan dia tidak tinggal diam. Setelah kelompok pemuda itu terusir, Albayrak berbicara pada dua remaja yang menjadi korban, lalu meminta mereka segera pulang mencari tempat yang aman.

Sayangnya, takdir baik tak selamanya milik orang-orang baik dan Tuhan kadang-kadang memanggil jiwa-jiwa suci untuk pulang lebih cepat ke pangkuannya. Di luar restoran, kelompok pemuda berandalan tadi menunggu Albayrak keluar... Dan ketika Albayrak melangkahkan kakinya meninggalkan pintu, seorang pemuda melayangkan tinju ke wajahnya. Perempuan muda itu limbung dan tersungkur sebelum kepalanya membentur lantai dan merenggut kesadarannya untuk selama-lamanya.

Beberapa hari setelah kejadian itu, kisah keberanian Albayrak menghentikan pelecehan yang dilakukan kelompok gangster, juga kematiannya yang tragis, segera menjadi teladan yang menyentakkan masyarakat Jerman. Islam seringkali menjadi identitas yang dicurigai di negara Eropa ini dan komunitas Muslim kadang-kadang diperlakukan sebagai masyarakat kelas dua. Tetapi kali ini seorang Muslimah muda telah menyadarkan publik Jerman bahwa perbedaan identitas bukanlah alasan untuk tidak saling menjaga dan membela nilai-nilai kemanusiaan. Bahwa kebaikan tak mengenal sekat-sekat dan perbedaan harus dihargai selama keadilan dijunjung tinggi.

Pemakaman Albayrak di Bad Soden-Salmurnster, tempat di mana perempuan muda berhati mulia ini dilahirkan 23 tahun lalu, dihadiri ribuan pelayat. Dalam prosesi pemakaman yang digelar dengan cara Islam itu, masyarakat Jerman menangis pilu melepas kepergian seorang martir. Pada eulogi kematiannya, presiden Jerman, Joachim Gauck, menggambarkan sosok Albayrak sebagai 'teladan keberanian'.

Hari ini, Albayrak telah menjadi teladan bagi kita semua. Masyarakat Jerman berkeinginan agar pemerintahnya memberikan penghargaan 'Federal Order of Merit' bagi perempuan pemberani itu, tetapi tentu saja Albayrak tak membutuhkannya. Ia telah dicukupkan Tuhan atas kebaikan hati dan kematiannya yang mulia. Tinggal kita... Menengok hati nurani kita masing-masing dan bicara, apakah yang bisa kita lakukan untuk menegakkan nilai-nilai kebaikan? Apa yang sudah kita lakukan untuk melawan ketidakadilan dan kebencian? Apa yang akan kita bela dan lindungi dari kemanusiaan yang diinjak-injak, kejujuran yang dihancurkan?

Barangkali ini saatnya berbuat, mengubah kebusukan dunia dengan tindakan nyata. Bukan hanya mengutuk atau mendoakan, semacam selemah-lemahnya iman!

Melbourne, 5 Desember 2014
FAHD PAHDEPIE

Sumber : 
*Berita mengenai kematian Albayrak bisa dibaca di sini: http://www.bbc.com/news/world-europe-30308853
dan di sini: http://www.abc.net.au/…/germans-mourn-young-heroine…/59393

Tulisan Senada :


Selasa, 03 Januari 2012

Mengembalikan Kemuliaan Umat Islam

 

من كانَ يُرِيْدُ العِزّةَ فَللهِ العِزّةُ جَمِيعًا, إلَيهِ يَصْعَدُ الكَلِمُ الطَّيِّبُ و العَمَلُ الصَّالِحُ يَرْفَعُهُ, والّذِينَ يَمْكُرُونَ السَّيِّئَاتِ

 لهم عَذَابٌ شَدِيدٌ, ومَكْرُ أُوْلَئِكَ هُو يَبُورُ (فاطر  : 10 )


“Barang siapa menghendaki kemuliaan, maka bagi Allah-lah kemuliaan itu semuanya, kepada-Nya-lah  naik perkataan-perkataan yang baik (semua yang diperintahkan Allah dan Rasul-Nya), dan amal yang sholeh dinaikkannya.  Adapun orang-orang yang merencanakan kejahatan, bagi  mereka adzab yang keras, dan rencana jahat mereka akan hancur.”

        Tolok ukur kemuliaan dalam pembahasan ini adalah kemuliaan menurut pandangan Allah Subhanahu wa ta’ala, bukan berdasarkan pandangan manusia. Karena jika agama ini dibangun berdasarkan pendapat akal manusia,  ada kalanya manusia menganggap/menilai  terhadap seseorang itu “mulia”  namun kenyataannya menurut ukuran Allah ternyata orang itu  “hina”,  sehingga Allah Ta’ala menghinakannya. 

Adakalanya  suatu kaum membesar-besarkan atau memuliakan  seseorang pada suatu waktu,  namun  ketika zaman telah berubah dan rezim-pun berganti orang tersebut dihina dan dicaci-maki  oleh kaum itu sendiri, sehingga nampak di tengah-tengah masyarakat saat ini bahwa, ada sesuatu yang hilang pada diri ummat, yaitu tolok ukur untuk menentukan standar “kemuliaan” atau “kehinaan”. Berdasarkan  firman Allah pada ayat di atas, nilai kemuliaan itu seluruhnya milik Allah Subhanahu wa Ta’ala, demikian juga penilaian terhadap hina atau rusaknya suatu ummat atau generasi juga ditentukan oleh Allah Swt.

Orang-orang yang memiliki perkataan terpuji, beriman dan beramal sholeh adalah orang yang mulia di sisi Allah Swt, sementara orang-orang yang makar kepada Allah dan berbuat kerusakan dinilai oleh Allah sebagai kejahatan. Dan sesuatu yang telah dinilai Allah terpuji hingga hari kiamat dinilai terpuji,  namun jika Allah menilai sesuatu itu tercela, maka hingga hari kiamat sesuatu itu tetap tercela/terhina.

Berbakti kepada kedua orang tua  misalnya adalah terpuji, maka hingga hari kiamat bernilai terpuji, sementara itu mencuri/korupsi adalah perbuatan tercela maka hingga hari kiamat perbuatan itu tercela menurut pandangan Allah Swt, berdakwah adalah terpuji, sementara berkhianat adalah tercela, dan seterusnya.

        Adapun gambaran  terhadap orang-orang yang memiliki derajat  mulia di sisi  Allah Swt adalah generasi para sahabat dan para pengikut yang setia mengikuti sunnah-sunnah Allah dan Rasul-Nya, sebagaimana firmannya :
…رَضِىَ اللهُ عَنْهُمْ وَرَضُوا عَنْهُ, ذالِكَ لِمَنْ خَشِىَ رَبّهُ (البيّنة : 8 )
“…Allah ridha terhadap mereka (para sahabat dan orang-orang yang beriman dan beramal sholeh),  mereka-pun ridha kepada-Nya. Demikian itu adalah (balasan)  bagi orang-orang yang takut kepada Tuhan-nya.” (al-Bayyinah [98]:8)
إنّ أَكْرَمَكُمْ عِنْدَ اللهِ أتْقَاكُمْ , إنَّ اللهَ عَلِيمٌ خَبِيرٌ
“Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertaqwa di antara kamu, sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha mengenal.”
 (al-Hujuraat [49]:13)

        Sehingga upaya mengembalikan kemuliaan ummat pada saat ini, di mana ummat dalam kondisi pada titik nadzir (generasi yang paling buruk) dibandingkan dengan genarasi sebulumnya,  karena tidak pernah ummat Islam generasi sebelumnya mengalami keadaan  seperti yang yang terjadi pada saat ini, yakni jauhnya ummat dari pemahaman pemikiran Islam  secara menyeluruh (syumuliyah),  sehingga hampir sulit membedakan dan mengenal perilaku ummat ini mana dintaranya yang beriman dan yang kafir, karena tingkah laku, sikap dan perkataan  mereka hampir serupa.

Kecuali hanya sedikit terhadap orang-orang  yang telah dikecualikan oleh Allah Swt, begitu pula tidak diterapkannya sistem dan hukum Islam di tengah-tengah masyarakat, sehingga menambah kehancuran dan kehinaan generasi saat ini, maka upaya untuk mengembalikan kemuliaan ummat  pada saat ini tidak lain harus mencontoh Rasulullah shalallhu ‘alaihi wa sallam dan para sahabatnya yang mulia, yaitu dengan cara menjadikan ummat generasi saat ini memiliki kesadaran Islam dan terikat dengan aturan-aturanya, baik dalam bertingkah laku ataupun perkataannya,  serta berusaha mewujudkan sistem hukum yang berlaku di tengah-tengah masyarakat dengan menerapkan syari’at Islam dalam seluruh aspek kehidupan.

        Untuk mewujudkan kedua target di atas, Rasulullah telah mencontohkan keberhasilannya dengan aktifitas dakwah amar ma’ruf nahi munkar, yang harus dilakukan oleh segenap kaum muslimin maupun muslimat, meskipun teror dan penculikan-penculikan serta penganiayaan terhadap para pengemban dakwah  tengah terjadi saat ini, karena Rasulullah telah memberikan pilihan kepada kita ; ingin hidup Mulia ?  ataukah terhina ?  sabda Rasulullah :
لَتَأْمُرُنَّ بِالمَعْرُوفِ وَلَتَنْهَوُنَّ عَنِ المُنكَرِ  اَوْ لَيُسَلِّطَنَّ عَلَيكُمْ شِرَارَكُمْ , فَيَدْعُوا خِيَارُكُمْ فَلاَ يُسْتَجابُ لَهُمْ
“Kalian harus mengajak mereka kepada kebaikan dan harus mencegah mereka  dari kemungkaran,  Bila tidak demikian,  pastilah Allah akan menjadikan orang-orang jahat untuk menguasai kalian. Dan orang-orang terbaik di antara kalian berdo’a (untuk keselamatan),  maka do’a mereka tidak dikabulkan.” (HR al-Bazzar dan Thabraniy)
        Bahkan Allah Subhanahu wa Ta’ala  mengancam kepada suatu kaum yang tidak berjuang dan berdakwah menyampaikan  risalahnya di tengah-tengah masyarakat maka Allah akan menimpakan berbagai macam fitnah yang tidak hanya menimpa  bagi orang yang berbuat saja tetapi akan ditimpakan juga bagi suatu kaum yang tidak mau mencegah perbuatan mereka, sebagai mana firman-Nya :
واتَّقُوا فِتْنَةً لاَ تُصِيبَنَّ الَّذِينَ ظَلَمُوا مِنْكُمْ خَاصَةً , وَاعْلَمُوا أنّ اللهَ شَدِيدُ العِقاب
“Dan jagalah dirimu dari bencana yang tidak hanya khusus menimpa orang-orang dzolim saja di antaramu. Dan ketahuilah, sesungguhnya siksa Allah itu sangat keras.” QS al-Anfal : 25

Rasulullah menjelaskan dan mengingatkan ayat tersebut, dengan peringatan yang keras, sebagaimana sabdanya : “Sesungguhnya manusia bila melihat kemungkaran, sedangkan mereka tidak berusaha mencegahnya, maka tunggulah saat Allah akan menurunkan adzabNya secara menyeluruh.” ( HR. abu Dawud)