Kamis, 06 November 2014

Kebo Bule Keramat Mati, Kesyirikan Malah Hidup




Matinya Kyai Bodong, kerbau bule keramat di Keraton Kasunanan Surakarta pada Selasa (4/11/2014), ditangisi oleh sebagian orang. Pasalnya, Kerbau Bule keturunan Kyai Slamet ini dianggap memiliki kerberkahan dan sakti. Bahkan kotorannya pun diperebutkan untuk ngalap berkah.

Selepas kematiannya, khurafat dan kesyirikan malah semakin hidup. Berikut di antaranya:

1. Pamit Akan Meninggal

Sebelum mati, Kerbau Bule keturunan Trah Kyai Slamet, Kyai Bodong sempat berpamitan kepada Srati (pawang) yang merupakan abdi dalem Keraton Kasunanan Surakarta, bernama Sukir.
Meskipun tidak berpamitan secara lisan, Sang Pawang bisa merasakan sebentar lagi Kyai Bodong bakal mati.
“Sebelum mati, Sukir (pawang) merasakan Kerbau ini sering murung dan menjadi pendiam. Biasanya, saat berada di kandang, (Kyai Bodong) sering merespon apapun yang dilakukan oleh Sukir,” kata Adik Ipar Raja Keraton Kasunanan Surakarta, Kanjeng Raden Mas Haryo (KRMH) Satriyo Hadinagoro, Rabu (5/11/2014).

2. Mati di Hari Keramat

Kematian Kyai Bodong pada hari Selasa (4/11/2014) jam 18.30 WIB bertepatan dengan satu hari setelah tanggal 10 Muharam yang jatuh pada hari Senin (3/11/2014).
Menurut kepercayaan masyarakat Jawa, tanggal 10 Muharam dianggap keramat, dan setelah selang sehari dari tanggal tersebut maka dianggap sebagai hari yang baik.

3. Kematiannya Pertanda Bala’

Putra Paku Buwono (PB) XII Kanjeng Gusti Pangeran Haryo (KGPH) Soeryo Wicaksono mengatakan kematian kerbau pusaka itu merupakan pertanda akan terjadi hal-hal yang tak diinginkan. Pasalnya dari beberapa kejadian, apa yang akan menimpa keraton selalu diawali dengan munculnya pertanda terlebih dahulu.
“Kalau memang Bodong mati ditusuk oleh orang yang tak dikenal, berarti itukan dianiyaya. Semoga ini bukan sebagai pertanda buat keraton. Setiap akan ada sesuatu yang menimpa keraton, selalu saja diawali dengan pertanda,” ujarnya.

4. Kematiannya Menghentikan Hujan

Seusai dikabarkan mati, Kyai Bodong langsung dibawa dari Solo Baru menuju ke Sitinggil Alun-alun Kidul Keraton Surakarta.
“Saat itu, hujan deras sekali, langsung kami bawa ke Sitinggil menggunakan mobil L 300. Saat masuk ke Alun-alun Kidul, hujan langsung berhenti,” kata Adik Ipar Raja Keraton Kasunanan Surakarta, Kanjeng Raden Mas Haryo (KRMH) Satriyo Hadinagoro.

5. Penguburan dengan Prosesi Ritual

Kanjeng Raden Mas Haryo (KRMH) Satriyo Hadinagoro menuturkan sebelum di kubur dilakukan prosesi seperti pemakaman Kebo-kebo trah Kyai Slamet yang telah meninggal sebelumnya.
Setelah didoakan dan dimandikan menggunakan air kembang, Kebo bernama Kyai Bodong ini langsung dimasukan ke liang kubur yang telah digelar kain mori.

6. Akan Digelar Tahlilan Kematian

Usai pemakaman,Kanjeng Raden Mas Haryo (KRMH) Satriyo Hadinagoro menambahkan pihak Keraton akan menggelar wilujengan atau peringatan doa selametan sesuai adat Jawa layaknya manusia yang meninggal.
“Usai prosesi pemakaman nanti kami juga akan melakukan wilujengan tujuh hari, lalu empat puluh hari, seratus hari hingga nantinya sampai ke nyewu,” sambungnya.

7. Diziarahi Makamnya untuk Ngelap Berkah

Setelah dikubur, Kyai Bodong kemudian mulai menarik minat warga untuk berziarah. Sebagian warga tampak bersemedi atau bermeditasi di sekitar makamnya.

Sumber : http://news.fimadani.com/read/2014/11/06/kebo-bule-keramat-mati-kesyirikan-malah-hidup/
 
Berita Terkait :

1 komentar: